Dampak Putusan MK, Dinilai Berpengaruh Terhadap Perkembangan Demokrasi Indonesia KMK St. Stanislaus Fakultas Hukum Gelar Diskusi Publik
Foto : Panitia KMK St. Stanislaus
Kupang, NTTPRIDE - Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) St. Stanislaus Fakultas Hukum Undana sukses menyelenggarakan Diskusi Publik yang menghadirkan tajuk menarik: "Menakar Dampak Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terhadap perkembangan Demokrasi Indonesia". Diskusi ini menjadi respons yang berani dari teman-teman KMK terhadap dinamika Hukum dan Politik yang tengah membingungkan banyak pihak dalam beberapa waktu terakhir. Acara ini digelar di Gedung B Fakultas Hukum Undana, pada Jumat, (3/11/2023).
Felix Koen, selaku Ketua Umum KMK St. Stanislaus, dalam sambutannya, ia mengisyaratkan bahwa fenomena semacam ini sebaiknya dibahas dalam ranah akademis untuk menciptakan diskusi yang bebas dari bias. Felix berpendapat bahwa mahasiswa perlu mendapatkan pencerahan yang utuh dari para pakar terkait dengan beragam perspektif, terlepas dari pandangan pribadi.
Diskusi ini mempersembahkan tiga narasumber utama yang memiliki latar belakang berbeda namun sama-sama berkompeten dalam masalah yang dibahas.
Dr. Kotan Y. Stefanus, S.H, M.Hum, pakar Hukum Tata Negara, mengkritik putusan MK dengan tegas: "Dilihat dari aspek manapun tidak dapat dibenarkan putusan MK semacam ini, dengan begitu banyak cacat Materil dan Formil dalam prosesnya. MK harus selalu memperhatikan aspek legitimasi dari setiap keputusannya agar tidak menciptakan gejolak baru di masyarakat akibat putusan semacam ini. Namun, meskipun kami tidak sepakat dengan putusan tersebut, putusan tersebut tetap mesti dihormati dan dijalankan."
Hadir sebagai salah satu pemateri, Jeffry A. Galla, yang mewakili KPU Provinsi NTT, menyampaikan sikap tegas lembaga penyelenggara pemilu: "Kami sebagai penyelenggara pasti akan tunduk dan patuh terhadap peraturan yang ada, sebab kami adalah pelaksana Undang-Undang dalam hal ini. Kami tidak memiliki kompetensi untuk lebih jauh berkomentar soal putusan tersebut, kami hanya akan melaksanakan segala sesuatu yang diperintahkan oleh UU."
Namun, pendapat yang berbeda muncul dari Dr. Rudi Rohi, seorang pakar Politik yang lebih menyoroti dampak politik dari putusan MK. Dengan penuh kekhawatiran, ia menyampaikan, "Permainan politik semacam ini yang mulai menggunakan instrumen Hukum adalah suatu hal yang sangat tidak bisa diterima. Proses politik harus tetap menjunjung tinggi Hukum, karena Hukum menjadi sekat akhir dalam setiap proses politik. Jangan sampai kita masyarakat terjebak dalam hegemoni yang diciptakan oleh penguasa, sehingga seringkali menerima produk-produk yang sebetulnya merugikan masyarakat umum. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa sebagai elemen penting dalam masyarakat untuk memiliki literasi politik yang kuat dan cermat dalam menghadapi fenomena seperti ini."
Selain narasumber utama, kegiatan ini juga dihadiri oleh Dr. Saryono Yohanes, Wakil Dekan II Fakultas Hukum Undana. Ia memberikan apresiasi tinggi terhadap acara ini dan berharap bahwa kegiatan serupa akan terus berlanjut untuk menciptakan iklim mahasiswa yang kritis, tidak hanya di lingkungan kampus, tetapi juga dalam masyarakat.
Diskusi ini telah memberikan wadah bagi mahasiswa dan masyarakat umum untuk memahami, mendiskusikan, dan merenungkan dampak dari putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terhadap demokrasi di Indonesia. Berbagai pandangan dan pemikiran dari para narasumber telah memberikan perspektif yang beragam, dan menjadi bagian penting dalam upaya memahami isu-isu kompleks yang memengaruhi perkembangan demokrasi di negeri ini.
OP