News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Pernyataan Sikap Ampera Kupang Tolak Geothermal di Lembata

Pernyataan Sikap Ampera Kupang Tolak Geothermal di Lembata

Foto : Panitia 
Kupang, NTTPRIDE. Com - Kebijakan dan program dalam rangka menurunkan emisi karbon dan mengatasi dampak perubahan iklim serta pemanasan global, disamping  melalui skema REDD/REDD  juga dilakukan melalui skema “Transisi Energi”.


Skema Transisi Energi sendiri merupakan strategi “Energy Diversification” yang menjadi bagian dari kebijakan dan program energi (Energy Policy and Program) dari banyak negara di dunia, terutama sejak ditandatanganinya Paris Agreemen 2015, KTT COP26 2021 di Glesgow, Skotlandia hingga mendapatkan pengukuhan kembali pada pertemuan KTT G20 Bali 2022.


Dimana isu transisi energi menjadi salah satu isu prioritas yang menghasilkan kesepakatan seperti tertuang pada Deklarasi Pemimpin terutama poin 11 dan 12. 


Sebagai negara boneka, Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang berkomitmen untuk ambil bagian aktif dalam menurunkan target pengurangan emisi karbon melalui pengembangan energi bersih. Untuk menjaga komitmen tersebut.


Pemerintah Indonesia telah melahirkan berbagai regulasi untuk menopang krisis energi yang terus mencekik negeri-negeri imperialis seperti UU No 16/2016 tentang pengesahan Paris Agreement yang kemudian disusul melalui PERPRES No 22/2017 Tentang Rencana Umum Energi Nasional (Ruen). 


Tahun 2022, porsi kapasitas terpasang listrik dari sumber energi terbarukan masih sekitar 10 GW dari total sekitar 76 GW total kapasitas nasional atau masih sekitar 14% saja. Hal ini masih sangat jauh dari target Ruen yang menargetkan porsi terpasang EBT Indonesia mencapai 23% di tahun 2025. 


Melalui Kepmen ESDM No. 2268K/30/MEM/2017, kementerian ESDM menetapkan pulau flores sebagai pulau geothermal. Keputusan ini sejatinya adalah upaya negara bersama dengan para pengusaha asing untuk menguasai tanah dan kekayaan alam masyarakat di Pulau Flores yang saat ini juga terjadi di Atadei, Kabupaten Lembata, NTT. 


Merujuk Surat Menteri ESDM Nomor 2966/K/30/MEM/2008 tentang Penetapan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di Daerah Atadei, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur bahwa daerah Atadei, seluas 31.200 Hektar ditetapkan sebagai Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi. Sementara Berdasarkan data UKL-UPL PT.PLN pembangunan Geothermal Atadei memiliki estimasi luas lahan sbb: 


1. Wellpad AT-1 Desa Nubahaeraka,  Luas 2.449 m2.


2. Wellpad AT-2 Desa Atakore, Luas 2.269 m2.


3. Jalan Akses, Desa Ile Kimok, Desa Atakore & Nubahaeraka, Luas 137.907 m2.


4. Jalur Pipa Air, Desa Ile Kimok, Desa Atakore &Nubahaeraka, luas  3.508 m2.


5. Sabo DAM, Desa Ile Kimok, Luas 5.029 m2

Total 151.162 m2.


Penetapan lokasi Geothermal di Flores pada umumnya dan Lembata pada khususnya tentu tidak melalui kesepakatan/musyawarah bersama masyarakat sehingga ketika Negara ingin melakukan aktivitas mendapat penolakan yang cukup besar baik itu di Wae Sano, Pocoleok hingga Atadei saat ini.


Ditengah gerakan penolakan yang cukup besar negara terus memberikan Iming-iming kesejahteraan, lapangan kerja selalu menjadi ilusi untuk menarik perhatian masyarakat agar mendapatkan dukungan penuh dalam pembangunan proyek geothermal sekalipun pada faktanya keberadaan Geothermal di Mataloko dan Ulumbu hanya menyisakan kesengsaraan bagi kelangsungan hidup masyarakat. 


Di Mata Loko misalnya pemukiman masyarakat yang radiusnya 3 Km dari Lokasi Geothermal harus mengganti atap rumah (seng) sebanyak 3 kali dalam setahun, begitupun dengan lahan pertanian/perkebunan dengan tingkat produktivitas tanah yang semakin kecil dan tanaman yang semakin kerdil. 


Hal demikian juga yang terjadi di PLTP Ulumbu, tanaman komoditas pertanian masyarakat yang sudah tidak produktif seperti sebelum operasinya PLTP Ulumbu. Misalnya cengkeh, Kopi dan beberapa tanaman komoditas. Padahal untuk wilayah Kabupaten Manggarai, Wilayah Pocoleok menjadi salah satu penyuplai kopi terbesar di Manggarai.


Disisi  lain masyarakat harus kehilangan hak atas tanah sebagai tempat sandaran utama dalam menghidupi keluarga, karena pada umumnya wilayah kerja panas bumi membutuhkan lahan yang cukup besar.


Jika kita mengacu pada data PT.PLN Propinsi NTT tahun 2023, Rasio Elektrifikasi per mei 2023 mencapai 92,86% dan Rasio Desa Berlistrik (RDB) per Juni 2023 dari 3.353 Desa di NTT, 3.134 Desa RDB atau mencapai 93,47%. Sementara untuk tingkat kabupaten Khususnya Kabupaten Lembata per Juni 2023 ada 150 RDB atau mencapai 99,34% dan 1 Desa belum berlistrik. 


Dari data tersebut bahwa kebutuhan pokok masyarakat di Lembata bukanlah listrik sebab hampir semua desa di lembata menggunakan listrik. Sehingga patut kita duga bahwa PLTP Atadei hanyalah untuk memenuhi kepentingan bisnis energi global yang jalankan melalui kaki tangannya di dalan negeri.


Dalam memastikan prospek pembangunan, maka PT.PLN menggelontorkan dana yang bersumber dari Modal Sendiri sebesar 134.437.920.000 sedangkan dana pinjaman sebesar 537.751.680.000. Skema Investasi, Utang dan dan pemberian dana hibah dalam menopang proyek Geothermal adalah bentuk ketidakmampuan negara dalam mengelola SDA dalam menghadapi isu pemanasan global sehingga harus bergantung pada negeri imperialis sebagai tuannya yang pada hakikatnya program transisi energi adalah bisnis energi di antara negeri imperialis. 


Atas dasar itu, kami yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Rakyat Lembata (AMPERA) Kupang menyatakan sikap sebagai berikut: 


Tuntutan Khusus 


1. Cabut SK kementrian ESDM nomor 2268/K/MEM/2017.


2. Cabut Izin Prinsip PLTP Ata dei Nomor 01/5313/IP/PMDN/2020.


3. Hentikan politik pecah belah yang dilakukan di tengah masyarakat yang sedang berjuang.


4. Cabut SK Mentri ESDM Nomor 2966/K/30/MEM/2008 tanggal 30 Desember 2008 tentang penetapan wilayah kerja pertambangan panas bumi di daerah Ata Dei kabupaten Lembata.


5. Mendesak bupati lembata dan pihak PT PLN untuk mencabut izin dan menghentikan pembangunan geothermal di Ata Dei lembata.


6. Mengutuk keterlibatan kampus dalam Institut Teknologi 10 November yang turut dalam menyusun dokumen UKL-UPL terkait eksplorasi panas bumi di Ata Dei Lembata



Tuntutan Umum 


1. Berikan kepastian status tanah terhadap masyarakat eks tim tim dan bangun rumah layak huni di camp camp yang ada.


2. Tolak relokasi masyarakat eks tim tim di desa kiu masi.


3. Tutup PT IDK Tambak Garam di Malaka.


4. Mendesak PT PLN, dan pemerintah untuk  mengehentikan pembangunan Geothermal di Poco Leok.


5. Meminta kapolda NTT untuk menindak tegas aparat yaang melakukan tindakan represif terhadap masyarakat yang berjuang.


6. Wujudkan reforma agraria sejati dan bangun i

ndustrialisasi nasional yang mandiri dan berdaulat.



Editor : Ocep Purek 


Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.