News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Mahasiswa Pascasarjana UNNES Bahas Media Masa, Realitas atau Hoaks dalam Kehidupan Masyarakat

Mahasiswa Pascasarjana UNNES Bahas Media Masa, Realitas atau Hoaks dalam Kehidupan Masyarakat

Mahasiswa Pascasarjana Doctoral, Universitas Negeri Semarang, Fofo : Michael
NTTPRIDE. COM - Mahasiswa Pascasarjana Doctoral, Universitas Negeri Semarang Michael Johannes H Louk, Salmon Runesi dan Prof. Dr. Heny Setyawati, M.Si menggelar diskusi yang membahas tentang Media Masa Realitas atau Hoaks.


Penyebaran berita hoax menjadi masalah serius di dunia media massa, terutama di era digital. Menurut Statista, lebih dari 52% pengguna internet di seluruh dunia melaporkan pernah terpapar berita hoax. Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, lebih dari 800 berita hoax tersebar di beberapa platform media setiap bulan. 


Selama pemilu 2019, hoax yang menggunakan media sosial bertambah menjadi lebih dari 1.000 konten per bulan yang melembaga dan memperburuk polarisasi sosial dan politik. Data dari Reuters Institute Digital News Report membuktikan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media turun lebih dari 38% karena informasi palsu. 


Namun, media sosial seperti Facebook, Twitter, dan WhatsApp menjadi saluran utama penyebaran hoax. Ini juga disebabkan karena algoritma dari platform digital yang memperkuat kontennya jika konten tersebut jadi viral meskipun konten tidak sesuai dengan fakta akurat.


Fakta atau Data Terkini 

Dalam hal ini, media massa menyediakan informasi, sehingga membentuk realitas melalui cara kita memandang dunia secara subjektif. Dengan demikian, media massa dapat membentuk realitas sosial dengan membuat masyarakat mempercayai informasi tertentu.


Kredibilitas Media massa yang tepercaya adalah media yang dapat diandalkan, dan sulit untuk memisahkan opini dari kebenaran subjektif. Di satu sisi, kita adalah pemberi informasi; di sisi lain, kita adalah penerima. Namun, di era digital, berbagai media menyediakan informasi. 


Reuters Institute Digital News Report 2022 juga mendukung hal ini, menunjukkan bahwa hanya 38% dari rata-rata global yang mempercayai media dalam arti sebenarnya, karena berita yang sensasional dan salah. Media yang kredibel memperoleh dan memverifikasi keakuratan sumbernya. Sebaliknya, beberapa sumber media hanya berusaha menarik perhatian khalayak. Tautan Kompas.com dan BBC News memberi kita informasi yang jelas tentang hal ini. Media yang tidak dapat menyebarkan informasi secara bertanggung jawab juga penting.


Definisi dan Jenis Media Masa

Media massa adalah referensi ke alat komunikasi yang digunakan untuk menyebarkan informasi ke khalayak luas. Media massa biasanya terdiri dari tiga jenis utama, termasuk media cetak, media elektronik, dan media digital. McQuail memahami media massa sebagai bentuk teknologi komunikasi yang memungkinkan pesan disebarluaskan kepada massa melalui aliran pesan yang cepat dan serentak dari berbagai jenis media, termasuk surat kabar, televisi, radio atau internet. 


Media cetak merupakan media massa tertua yang menggabungkan gambar dan teks dan dijelaskan oleh Lazarsfeld dan Merton sebagai media yang “melanjutkan dan menguraikan berita-berita dengan lebih baik daripada yang akan dilakukan oleh warga negara rata-rata. Namun, pada masa sekarang ketika media digital telah menjadi sumber berita yang lebih populer, media cetak tetap berfungsi sebagai sumber informasi resmi dan dipercaya. Sebagai contoh, majalah dan surat kabar adalah media referensi bagi banyak orang yang mencari informasi mendalam dan terperinci. 


Media elektronik, radio, televisi adalah yang mengambil alih peran media massa dan mengubah semuanya. Menurut teori komunikasi Lasswell, yang diciptakan pada 1948, media ini bekerja jauh lebih cepat dan mampu sampai ke audiens yang jauh lebih luas dalam waktu yang sangat singkat. Radio dan televisi melakukan pekerjaan terbaik ketika tugas bergerak cepat dan informasi harus diberikan dalam waktu nyata.


Perkembangan Media Masa : Dari media cetak hingga media sosial.

Media massa telah mengalami banyak kemajuan sejak pertama kali diperkenalkan. Perkembangannya dimulai dari media kertas seperti surat kabar dan majalah, menyebar ke media elektronik seperti radio dan televisi, dan kini menjelma menjadi media digital termasuk media sosial. Menurut McQuail (2010), perkembangan media massa dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, perubahan sosial, dan kebutuhan masyarakat untuk memperoleh informasi  lebih cepat dan efisien.


Selama tahun 1920-an dan 1930-an, radio menjadi populer sebagai media yang dengan cepat menjangkau khalayak luas. Sementara itu, televisi, yang diperkenalkan pada pertengahan abad ke-20, menggabungkan elemen visual dan audio untuk memberikan pengalaman yang lebih mendalam kepada pemirsa. Marshall McLuhan (1964) memperkenalkan konsep bahwa “medium adalah pesan”. Dalam konsep ini, media  sendiri mempengaruhi bagaimana pesan dipahami oleh khalayak. Radio dan televisi merupakan media yang menarik dan ``panas'' karena menyampaikan informasi secara cepat dan mudah dipahami.


Fungsi Media Masa dalam Masyarakat : Edukasi, informasi, hiburan, dan pengawasan


Media massa mempunyai berbagai fungsi seperti pendidikan, informasi, hiburan, dan pengawasan, serta berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Menurut Wright (1960), media massa adalah alat sosial yang mendukung berfungsinya sistem sosial dengan menyediakan informasi dan sarana komunikasi. Fungsi pendidikan media massa ditujukan untuk mentransmisikan pengetahuan dan pembelajaran kepada masyarakat. 


Misalnya, program pendidikan di televisi, artikel di surat kabar, dan konten pendidikan di Internet dapat membantu masyarakat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Pendidikan melalui media massa juga mencakup penyebaran informasi tentang kebijakan pemerintah, kesehatan, lingkungan hidup, dan isu-isu penting lainnya dalam kehidupan sehari-hari.  Fungsi kedua,  informasi, merupakan fungsi utama  media massa. 



Persepsi Masyarakat Terhadap Media Masa

Konsep “persepsi publik terhadap media massa” mencakup perspektif yang berbeda dari literatur internasional dan nasional. Salah satu teori yang paling penting adalah teori konten yang dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw pada tahun 1972. Teori ini menjelaskan bahwa media membaca tidak hanya sekedar tentang informasi, tetapi juga melibatkan juga untuk menyelesaikan permasalahan yang dianggap penting oleh masyarakat. 


Media dapat menarik perhatian publik terhadap isu-isu tertentu melalui pemberitaan yang sering dan terfokus. Misalnya, ketika media lebih banyak berbicara tentang isu perubahan iklim, masyarakat menganggapnya sebagai salah satu isu yang paling penting untuk menjadi fokus. Selain itu, konsep konstruksi sosial atas realitas yang diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Lockman pada tahun 1966, menjelaskan bahwa media massa tidak hanya menyampaikan informasi tetapi juga menciptakan realitas sosial. 


Media menciptakan struktur dunia tertentu yang berbeda dari realitas objektif. Melalui komunikasi, produksi dan pemilihan gambar, media mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap suatu peristiwa atau peristiwa. Misalnya, media dapat menciptakan citra negatif atau positif terhadap suatu kelompok dengan memberitakan kelompok tersebut.


 Dalam konteks nasional, teori interdependensi Sandra Ball-Rokch dan Melvin Deflor relevan untuk memahami hubungan antara media dan masyarakat di Indonesia. Teori ini menyatakan bahwa ketergantungan masyarakat terhadap media untuk mendapatkan informasi, hiburan, dan tujuan sosial meningkat seiring dengan tersedianya sumber informasi alternatif.


Kepercayaan Masyarakat Terhadap Media Masa 

Kepercayaan masyarakat terhadap media massa merupakan bagian penting dalam demokrasi dan komunikasi publik. Kepercayaan ini menunjukkan seberapa besar keyakinan masyarakat bahwa informasi yang diberikan media adalah adil, jujur, dan obyektif. Dalam konteks internasional, kepercayaan terhadap media berkaitan dengan kejujuran terhadap jurnalis dan keterbukaan dalam proses pemberitaan. 


Misalnya, di negara-negara yang kekuatan persnya kuat, seperti Amerika Serikat atau negara-negara Eropa, kepercayaan masyarakat terhadap media massa dipengaruhi oleh kepuasan masyarakat terhadap standar etika dan kemampuan menghindari konflik kepentingan yang dapat merusak kredibilitas mereka. do Menurut Edelman Trust Barometer 2021, kepercayaan terhadap media sudah menurun. 


Salah satu penyebabnya adalah dengan maraknya misinformasi dan misinformasi dalam politik, masyarakat cenderung salah memahami informasi yang diberikan. Kepercayaan masyarakat terhadap media dipengaruhi oleh fenomena “berita palsu”, dimana informasi palsu disebarkan melalui media sosial dan saluran media lainnya. 


Pengaruh Sosial dan Budaya Terhadap Konsumsi Media 

Mengingat keragaman etnis, agama, dan budaya yang terdapat di negara ini, masyarakat dan budaya mempunyai dampak yang signifikan terhadap konsumsi media di Indonesia. Budaya dan nilai-nilai sosial suatu daerah menentukan preferensi masyarakat terhadap jenis media yang mereka konsumsi. Misalnya, masyarakat di pedesaan mungkin lebih menyukai media tradisional seperti radio atau televisi yang menayangkan program lokal, sedangkan masyarakat perkotaan lebih cenderung memiliki akses ke media digital dan media sosial. 


Budaya lokal juga berperan dalam penciptaan konten media, dengan konten televisi dan digital yang mencerminkan nilai-nilai dan tradisi lokal. Selain itu, norma-norma sosial dan struktur sosial mempengaruhi cara media dikonsumsi. Di Indonesia, banyak pengaruh keluarga dan sosial yang menentukan jenis informasi yang dikonsumsi. Di banyak keluarga, pilihan media bersama – seperti program televisi keluarga – sering kali mengikuti kepentingan orang tua dan anggota keluarga yang lebih tua. 


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat 

Persepsi masyarakat merupakan hasil dari proses kompleks yang dilakukan individu atau kelompok dalam menafsirkan dan memahami dunia di sekitarnya. Banyak faktor yang memengaruhi pemikiran seseorang, termasuk faktor pribadi, sosial, dan budaya. Faktor pertama yang penting adalah kepribadian, yang meliputi pengalaman pribadi, pengetahuan, nilai, dan keyakinan.


 Misalnya, seseorang yang pernah mengalami pengalaman negatif terhadap suatu peristiwa mungkin memiliki persepsi yang berbeda dibandingkan dengan orang lain yang tidak mengalami hal yang sama. Menurut Effendi (2003) dalam buku Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, persepsi dipengaruhi oleh berbagai faktor internal, termasuk motivasi, sikap, dan harapan orang. Faktor kedua adalah pengaruh sosial, yang meliputi interaksi dengan orang lain, kelompok sosial, dan norma-norma yang memengaruhi masyarakat.


Realitas Sosial Vs Realitas Media 

Realitas media menggambarkan perbedaan antara pengalaman dan persepsi orang dan bagaimana informasi dan peristiwa disajikan oleh media massa. Di Indonesia, perbedaan ini dapat dilihat dari sifat cerita dan informasi yang diciptakan oleh media, yang memengaruhi bagaimana orang melihat dunia di sekitar mereka. Realitas sosial adalah apa yang dialami dan ditafsirkan orang dalam kehidupan sehari-hari mereka berdasarkan interaksi langsung, sedangkan realitas media adalah representasi yang disajikan oleh media massa, sebagian besar pada saat-saat yang dipengaruhi oleh minat dan perspektif. 


Konsep Gatekeeping : Bagaimana berita dipilih dan disajikan

Istilah gatekeeping mengacu pada proses penyaringan, pemilihan, dan penyajian informasi oleh media sebelum sampai ke masyarakat. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin (1947) dalam teori dinamika kelompoknya dan kemudian dikembangkan oleh para ahli teori seperti David Manning-White dan Wilbur Schramm dalam konteks pembacaan nyaring.


 Gatekeeping adalah serangkaian pilihan dan keputusan yang dibuat oleh reporter, editor, dan organisasi media tentang cerita mana yang akan diliput dan bagaimana cara melaporkannya. Dalam operasi gatekeeping, banyak faktor yang memengaruhi keputusan untuk memilih dan menampilkan informasi. Faktor-faktor ini meliputi pentingnya editor, kekuatan media, dan audiens. Dalam penelitian mereka tentang informasi, Galtung dan Rogge (1965) mengidentifikasi kriteria seperti peristiwa dramatis, kekuatan dan pengaruh, serta relevansi lokal yang memengaruhi pemilihan informasi untuk dibaca. Ukuran ini menunjukkan seberapa populer berita yang dianggap menarik atau penting bagi masyarakat.


 

Framing dan Agenda Setting : Pengaruh media dalam membentuk persepsi public

Framing dan agenda adalah dua konsep kunci dalam studi media yang menjelaskan bagaimana media memengaruhi persepsi publik. Framing mengacu pada cara sebuah cerita dibaca dengan memilih aspek-aspek tertentu dari cerita tersebut untuk ditekankan atau diabaikan. Dalam teori konstruksinya, Robert Antman (1993) menunjukkan bahwa media memengaruhi interpretasi publik dengan menekankan beberapa aspek berita sambil mengabaikan yang lain, sehingga menciptakan pemikiran masyarakat tentang subjek tersebut. 


Misalnya, membingkai perubahan iklim dengan menekankan dampak ekonomi daripada dampak lingkungan dapat memengaruhi penilaian masyarakat tentang pentingnya isu tersebut. Penetapan agenda berfokus pada kemampuan media untuk menentukan isu mana yang akan diperhatikan publik.


Fenomena Hoaks dalam Media Masa 

Fenomena hoaks dalam media massa Merujuk pada penyebaran informasi palsu yang sering kali disajikan sebagai berita nyata untuk memanipulasi opini publik atau menimbulkan ketakutan. Hoaks dapat berdampak signifikan terhadap masyarakat, mulai dari mempengaruhi hasil pemilu, menimbulkan ketidakpercayaan terhadap institusi, hingga menimbulkan kerusakan sosial dan ekonomi. Fenomena ini semakin menonjol dengan kemajuan teknologi dan media sosial, yang memungkinkan informasi tersebar dengan cepat ke audiens yang lebih luas.


Penyebab Penyebaran Hoax : Sensasionalisme, politik, dan ekonomi

Penyebaran hoaks dalam media massa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk sensasionalisme, kepentingan politik, dan motivasi ekonomi. Sensasionalisme adalah salah satu faktor utama yang mendorong penyebaran hoaks. Sensasionalisme merujuk pada penyajian berita dengan cara yang dramatis, berlebihan, atau menyesatkan untuk menarik perhatian audiens. Entman (1993) dalam teori framing-nya menunjukkan bahwa media sering kali menekankan aspek-aspek yang sensasional untuk meningkatkan keterlibatan pembaca. Di Indonesia, misalnya, banyak hoaks yang menyebar karena penekanan pada elemen yang mengandung unsur wonder rate atau ketegangan emosional, yang membuat berita palsu lebih menarik dan mudah dibagikan.


Dampak Hoaks Terhadap Masyarakat : Kepanikan sosial, polarisasi, dan ketidakpercayaan terhadap institusi


Dampak hoaks terhadap masyarakat dapat meluas ke berbagai aspek kehidupan sosial, termasuk kepanikan sosial, polarisasi, dan ketidakpercayaan terhadap lembaga. Kepanikan sosial merupakan salah satu konsekuensi utama dari penyebaran penipuan. Pennycook dan Rand (2018) mencatat bahwa berita palsu sering kali mengeksploitasi rasa takut dan kecemasan untuk mendapatkan perhatian. 


Misalnya, berita hoax tentang pandemi atau bencana alam dapat menyebabkan kepanikan massal, yang mengarah pada perilaku panik seperti membeli kebutuhan pokok secara berlebihan atau kurang mematuhi protokol kesehatan. Jenis kepanikan ini dapat merusak stabilitas sosial dan menambah beban pada sistem kesehatan dan keamanan publik.


Peran Media dalam Mencegah dan Mengatasi Hoaks

Media berperan penting dalam mencegah dan menangani hoaks karena pengaruhnya yang signifikan dalam membentuk opini publik dan menyebarkan informasi. Menurut sebuah studi oleh Wardle dan Derakhshan (2017) dalam laporan “Information Disorder: Toward an Interdisciplinary Framework for Research and Policymaking”, media berfungsi sebagai filter yang dapat membantu masyarakat memilah informasi yang benar dari yang salah.

Peran Media dalam mencegah Penyebaran Hoaks:

Edukasi dan kesadaran masyarakat

Kolaborasi dengan Platform Digital:

Tanggung jawab moral dan hukum: 

Evaluasi dan pengembangan berkelanjutan


Media Fact-Checking : Upaya media dalam mengungkap fakta

Media fact-checking merupakan proses sistematis yang dilakukan oleh media untuk memverifikasi kebenaran informasi yang disebarkan kepada publik. Menurut Graves (2016), fact-checking merupakan bagian penting dari jurnalisme modern untuk menilai keakuratan klaim yang dibuat oleh tokoh masyarakat, organisasi, atau peristiwa yang disajikan di berbagai media. Dalam konteks ini, jurnalis berperan dalam meneliti, memeriksa sumber informasi, dan memeriksa bukti yang mendasari klaim tersebut untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan benar dan tidak menyesatkan. 


Media yang menerapkan fact-checking dengan cermat membantu menjaga kualitas informasi yang diterima publik. Media independen dan organisasi nirlaba seperti PolitiFact dan Snopes memulai kampanye fact-finding menggunakan metode transparan untuk mengungkap klaim palsu atau menyesatkan. Jumlah program verifikasi di seluruh dunia telah meningkat drastis sejak awal 2010-an karena meningkatnya kekhawatiran tentang dampak disinformasi terhadap demokrasi dan opini publik, yang menurut Duke Reporters Lab. 




Editor : Ocep Purek 

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.